PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ATAS TEWASNYA SEORANG PETINJU (Studi Kasus: Kematian Petinju Anis Dwi Mulya)

A. Latar Belakang
Tinju adalah salah satu cabang olah raga yang sangat populer dan digemari oleh masyarakat luas. Olah raga ini tidak kalah populernya dengan olah raga lainnya di Indonesia. Hampir setiap pertandingan tinju selalu mendapat perhatian besar dari masyarakat penggemar olah raga. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah penonton setiap digelarnya pertandingan tinju, baik amatir maupun profesional, baik di Jakarta maupun di daerah-daerah.
Kepopuleran dan kegemaran masyarakat terhadap olah raga tinju dikarenakan olah raga ini dapat membuat penontonnya seolah-olah ikut bertinju tanpa harus menerima resiko dari suatu pertandingan tinju, yaitu resiko menerima pukulan dari lawan yang selain sangat sakit juga dapat berakibat fatal.
Olah raga tinju adalah olah raga all round, olah raga yang sangat menarik bagi sebagian besar orang terutama kaum pria, karena di dalam olah raga ini diperagakan tidak saja keperkasaan tetapi juga kematangan teknik, ketahanan fisik dan mental, keuletan bertanding sekaligus juga kecerdikan. Dengan perkataan lain, seorang petinjuyang hanya mengandalkan keperkasaan atau tenaga saja tanpa dibarengi dengan kematangan teknik, ketahanan fisik dan mental, keuletan bertanding dan kecerdikan pasti tidak akan mampu menghadapi lawannya dengan baik.


Dalam olah raga tinju timbul berbagai macam perjanjian, seperti perjanjian antara promotor dengan tim medis, perjanjian antara promotor dengan pemilik tempat pertandingan, perjanjian antara promotor dengan stasiun tv, perjanjian antara promotor dengan inspektur pertandingan, promotor dengan manager sasana, perjanjian antara manager sasana dengan petinju. Pada saat ingin melangsungkan pertandingan promotor membuat perjanjian dengan petinju dan manager sasana.
Olah raga tinju merupakan olah raga keras dan penuh resiko yang sangat berbahaya. Resiko tersebut dapat timbul karena sepanjang pertandingan berlangsung, seorang petinju terus menerus menguras tenaga dan saling memberi dan menerima pukulanyang terkadang sangat keras. Pukulan-pukulan keras yang diterima seorang petinju selama pertandingan berlangsung bila mengenai bagian-bagian yang sensitif terhadap pukulan, misalnya bagian belakang kepala, rahang, ulu hati, ginjal, bagian terlarang di bawah perut dapat menimbulkan rasa sakityang luar biasa, bahkan dapat menimbulkan cedera seperti keretakan pada rahang, kerusakan paru-paru, gegar otak, pendarahan otak dan cedera-cedera lain. Akibatyang lebih fatal lagi adalah timbulnya kematian, jika cedera yang dialami seorang petinju sangat serius. Tidak jarang seorang petinju yang dipukul knock out di atas ring mengalami luka berat atau cacat seumur hidup, bahkan tidak jarang pula petinju yang tewas seketika atau tewas beberapa saat setelah pertandingan selesai.
Ada beberapa contoh kasus yang dapat menunjukkan betapa olah raga tinju dapat mengakibatkan cedera yang serius bahkan dapat menyebabkan kematian seseorang, salah satunya adalah Petinju Anis Dwi Mulya. Pada kasus Anis Dwi Mulya kejadiannya pada tanggal 15 Maret 2007 pada acara “Gelar TinjuProfesional” yang ditayangkan pada stasiun televisi Indosiar, ketika bertanding melawan Petinju Irvan Bone di kelas ringan junior dalam pertarunganyang dijadwalkan 8 (delapan) ronde. Pada ronde pertama, pertarungan berjalan sangat ketat, tapi pada ronde ke-5 (lima) Anis sudah terlihat kurang tenaga. Pada ronde ke-6 (enam), Jumain Doper, pelatih Anis memutuskan untuk menghentikan pertarungan setelah petinjunya dianggap sudah tidak bisa meneruskan pertarungan. Seusai bertanding Anis merasa pusing di bagian kepala dan selanjutnya tim dokter merujuk ke rumah sakit terdekat yaitu RS Sumber Waras. Namun, karena tidak ada CT Scan akhirnya ia dialihkan ke RS UKI (Universitas KristenIndonesia ) Cawang. Setibanya di RS UKI, tim medis langsung memutuskan untuk melakukan operasi karena terjadi pendarahan pada otak. Setelah 5 (lima) hari dirawat akhirnya Anis Dwi Mulya meninggal dunia.
Pada kasus tersebut di atas, telah terjadi suatu peristiwa meninggalnya seseorang. Dalam kejadian tersebut di atas tentunya ada pihakyang harus dimintakan pertanggungjawabannya dengan bentuk pertanggungjawaban sebagaimana diatur oleh peraturan perundang-undangan yang ada, sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Pertanggungjawaban yang diatur dapat berupa pertanggungjawaban berbentuk sanksi perdata, sanksi administratif maupun sanksi pidana. Sanksi pidana didalam Undang-undang Sistem Keolahragaan Nasional tercantum dalam Pasal 89, Ayat 1 sampai dengan Ayat 3,yang berbunyi sebagai berikut:
(1) Setiap orang yang menyelenggarakan kejuaraan olahraga tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) dan ayat (2) dipidana paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
(2) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menimbulkan kerusakan atau gangguan keselamatan pihak lain, setiap orang dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
(3) Setiap orang yang mengalihfungsikan atau meniadakan prasarana olahraga yang telah ada, baik sebagian maupun seluruhnya tanpa izin sebagaimana diatur dalam Pasal 67 ayat (7), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 20.000.000.000,00 (dua puluh milyar rupiah)

Dalam penulisan ini, penulis memfokuskan penelitian untuk melihat pertanggungjawaban secara pidana dari pihak-pihak terkait. Dalam melakukan penelitian terhadap pertanggungjawaban pidana, penulis akan melihat dari segi pertanggungjawaban pidana yang dapat dimintakan kepada pihak yang telah melakukan kesalahan dalam hal meninggalnya seorang petinju, baik dari segi pertanggungjawaban sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut dengan KUHP) dan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 89 Tentang Sistem Keolahragaan Nasional (selanjutnya disebut dengan UU SKN) . Berdasarkan pembahasan mengenai berbagai pertanggungjawaban pidanayang ada, barulah dapat dirumuskan pihak manakah yang dapat dimintakan pertanggungjawabannya.